Ads Top

Khutbah Jumat - Esensi Pengorbanan Pahlawan


Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah

Mengawali khutbah Jum’at ini pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan inayah-Nya jugalah pada hari ini kita dapat menunaikan shalat Jum’at di Masjid ini, dalam suasana yang masih diliputi perayaan ‘Idul Adha 1432 H, dan sekaligus kemarin kita baru saja memperingati Hari Pahlawan 10 November 2011.


Setiap kali kita memperingati Hari Pahlawan, setiap kali itu pula kita diingatkan dengan peristiwa yang sangat heroik yang terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pada saat itu tentara Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia dengan memanfaatkan kehadiran tentara sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan atas Kepulauan Nusantara ini dari pihak Jepang yang baru saja mengalami kekalahan dalam perang dunia ke II setelah Hirosima dan Nagasaki dihancurkan dengan bom atom oleh Amerika.


Rakyat Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya tiga bulan sebelumnya, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan sendirinya tidak dapat menerima kehadiran tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda tersebut. Dengan persenjataan yang serba sederhana tetapi dengan semangat yang tinggi untuk mempertahankan kemerdekaan para pejuang melancarkan perlawanan habis-habisan terhadap tentara sekutu yang menyerbu Surabaya dengan persenjataan yang jauh lebih modern, baik dari laut, udara maupun darat.


Fatwa para ulama Jawa Timur yang menyatakan bahwa perang untuk mengusir penjajah adalah jihad fi sabilillah mengobarkan semangat tempur para pejuang. Ribuan arek-arek Surabaya gugur dan menjadi syuhada’ dalam pertempuran itu. Namun pertempuran tersebut telah membuka mata dunia internasional bahwa bangsa Indonesia yang berdaulat masih ada dan putra putri Indonesia telah bertekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan.


Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah

Memperingati Hari Pahlawan, berarti mengenang kembali pengorbanan para pejuang yang telah rela mempertaruhkan jiwa dan raganya demi mempertahankan kemerdekaan dan tetap tegaknya Republik Indonesia. Secara fisik memang mereka sudah tiada namun secara spiritual mereka seolah masih hadir di tengah-tengah kita. Dalam kaitan ini patut kiranya kita merenungkan firman Allah SWT dalam suart Al Baqarah ayat 154


“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya” (Al Baqarah : 154).


Idul Adha pada hakekatnya merupakan perayaan atas kembalinya supremasi rohani atas jasmani, jiwa atas badan. ‘Idul Adha mengingatkan kepada umat mengenai perjuangan, pengorbanan, kerelaan serta ketaatan yang sempurna dari Nabi Ibrahim dan Ismail. Dari situ umat Islam diajak untuk berbagi dan berempati dengan sekitar. Esensi kurban adalah keikhlasan. Atas dasar keikhlasan pula seseorang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk berjuang. Sebuah bentuk perjuangan yang tulus demi mempertahankan kemerdekaan. Pengorbanan yang tiada tara dari para pejuang meski nyawa menjadi taruhannya. Demikian luhur niat para pejuang pada saat itu tanpa mengharapkan balas budi atau pujian dari siapapun. Semangat untuk berorientasi kepada yang suci itu diharapkan selalu memimpin perilaku sehari-hari kita.


Itulah sebabnya mengapa lagu kebangsaan kita juga mengamanatkan “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Hal itu tidak lain karena manakala jiwa seseorang adalah jiwa yang sehat, maka dengan sendirinya akan membuahkan berbagai kebaikan. Namun manakala yang sehat itu hanya badannya, maka banyak contoh betapa para penjahat dan koruptor, baik kelas teri maupun kelas kakap, pada umumnya adalah orang-orang yang sehat jasmaninya.


Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita camkan kembali bahwa Bapak TNI kita, jenderal Soedirman, ketika memimpin perang gerilya jasmani beliau dalam keadaan tidak sehat, paru-paru beliau tinggal separuh. Namun jiwa beliau sangat sehat dan mencerminkan jiwa seorang satria sejati. Di bawah kepemimpinan beliau yang dari segi jasmani tidak sehat itu TNI berhasil membuktikan kepada dunia bahwa Republik Indonesia tetap eksis sekalipun digempur oleh tentara Belanda dengan menggunakan persenjataan yang jauh lebih modern melalui Aksi Polisionil ke I tahun 1947 dan Aksi Polisionil II tahun 1948.


Pengorbanan seorang pahlawan seperti halnya pengorbanan seorang muslim dalam menunaikan ibadah kurban / haji, bersifat simbolik. Di dalamnya, terkandung beberapa makna spiritual yang amat dalam.


Pertama, ia merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah swt. Sebagai ungkapan syukur, maka bacaan takbir ketika menyembelih hewan kurban itu.


Kedua, kurban adalah ungkapan cinta kasih dan simpatik kepada kaum lemah. Dikatakan demikian, karena ibadah kurban tak sama dengan upacara persembahan dalam agama-agama lain. Hewan kurban tidak dibuang di altar pemujaan dan tidak pula dihanyutkan di air sungai. Daging kurban itu justru untuk dinikmati oleh pelaku ibadah kurban itu sendiri dan orang-orang miskin di sekitarnya. Allah berpesan;


''Lalu makanlah sebagian dari dagingnya dan beri makanlah (dengan bagian yang lainnya) orang fakir yang sengsara.'' (al-Haj, 28).


Ketiga, kurban adalah simbol dari kesediaan kita untuk melawan dan mengenyahkan segala sesuatu yang akan menjauhkan diri kita dari jalan Allah swt. Sesuatu itu, bisa berupa harta dan kekayaan kita, kedudukan dan pekerjaan kita, atau apa saja yang membuat kita tak sanggup berkata benar.


Karena itu, kurban dapat pula disebut sebagai simbol dari kemenangan seorang muslim melawan hawa nafsu sendiri. Dari sini kita dapat memahami bahwa ibadah kurban pada hakikatnya adalah komitmen kita untuk senantiasa menuhankan Allah, bukan menuhankan hawa nafsu kita sendiri, serta kesediaan kita untuk berbagai rasa dengan sesama manusia, terutama kaum lemah. Komitmen inilah yang akan membawa kita meraih ridha Allah, bukan darah dan daging kurban itu sendiri


Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah

Nilai yang terkandung dalam peringatan Hari Pahlawan, jika ditambah dengan hikmah yang terpancar dari ‘Idul Adha, sungguh merupakan kekayaan kultural dan spiritual dalam kehidupan kita. Itu semua makala diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat dipastikan akan menjadi sumbangan semakin berkualitasnya perwujudan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Atas dasar itu semua marilah dengan hikmah ‘Idul Adha dan Hari Pahlawan, kita perbaharui tekad kita untuk berbuat dan memberikan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.


Dipublikasikan pada hari Jumat 11 Nopember 2011 M / 15 Dzulhijjah 1432 H

Diberdayakan oleh Blogger.